Kampusgw.com

Menu

Jujur dan Percaya Diri

Energik, itulah satu kata yang barangkali tepat untuk menggambarkan diri Dianita Hapsari atau yang lebih akrab dipanggil ‘Dindin’. Dara kelahiran Subang, Jawa Barat tersebut merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir pada 5 September 1990. Dindin merupakan alumni Universitas Paramadina jurusan hubungan  internasional yang bisa kuliah dengan program beasiswa penuh – Paramadina Fellowship.

Terlahir dari keluarga wiraswasta yang masih ‘pas-pasan’ justru membuat semangat Dindin berkobar-kobar.  Itu sudah terbukti jelas sejak di bangku SD di mana ia menghadapi tantangan yang tidak mudah dilewati.

Ketika kita punya sikap, ide dan kreatifitas yang berbeda dengan orang lain, kita harus berusaha sekuat tenaga walaupun kadang dimusuhi. Ketika menjadi ketua kelas 6, aku pernah dimusuhi teman-teman sekelas hanya karena memiliki ide berbeda. Alhasil hubunganku dengan mereka sempat renggang selama tiga bulan.

Dindin menghabiskan masa SD dengan kecemerlangan prestasi akademik (juara 1 di seluruh semester) dan non-akademik. Selain selalu menggondol juara kelas, ia juga bergelut di kelompok paduan suara, pramuka, mengarang dan kelompok pengibar bendera pusaka. Memasuki masa SMP, pengalamannya kurang berwarna alias datar-datar saja. Momen yang menarik patut diingat adalah ketika ia memberanikan diri mengikuti olahraga tradisional pencak silat yang terkesan ‘macho’ di depan teman-teman perempuannya. Sifat cuek dan percaya diri pun semakin tumbuh dari sini.

Masa SMA begitu berkesan bagi Dindin. Ia berhasil masuk di Rintisan Sekolah Berstandar Internasional SMAN 1 Subang. Pengalaman menarik adalah ketika ia dan teman-teman satu kelasnya tidak ikut upacara serempak di minggu-minggu terakhir menjelang Ujian Nasional. Walaupun mereka dihukum, mereka menikmatinya karena momen tersebut mampu menguatkan tali persahabatan.

Boleh dikatakan bahwa masa SMA adalah ‘puncak keemasan’ aktifitas Dindin. Ia aktif di hampir semua elemen kegiatan. Mulai dari English Club, kelompok sastra, Pasukan Khas Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) dll. Walau ia menyadari tidak berbakat di jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), prestasi Dindin sangat fantastis.

Beasiswa S1 di Universitas Paramadina

Sudah jauh-jauh hari sebelum memasuki pendaftaran kuliah, Dindin tertarik untuk mengambil jurusan hubungan internasional dengan harapan menjadi duta besar atau diplomat plus keliling dunia. Sayangnya keinginan tersebut ditolak mentah-mentah oleh orang tuanya.

“Awalnya orang tua tidak setuju dengan keputusan Dindin mengambil hubungan internasional. Alasannya sederhana rupanya. Ada tetangga Dindin yang notabennya sarjana di bidang tersebut namun dipandang ‘kurang cemerlang’ di mata mereka. Dengan susah payah untu meyakinkan, akhirnya saya direstui untuk mengambil jurusan ini.”

Menjelang kelulusan SMA, Dindin mencoba peruntungan dengan mendaftar di beberapa perguruan tinggi favorit di tanah air seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran dan Universitas Pendidikan Indonesia. Dindin bahkan sudah diterima di jurusan Sastra Perancis Universitas Jenderal Ahmad Yani Bandung, Jawa Barat. Namun, karena tidak ingin membebankan orang tua lagi, dia mencoba mendaftar Paramadina Fellowship yang tidak lain adalah program beasiswa penuh di Universitas Paramadina Jakarta.

Kerja keras Dindin mulai terjawab dengan lolos tahap pertama para program beasiswa Paramadina. Selanjutnya, ia diharuskan mengikuti tahap terakhir yaitu wawancara di kota tetangga Garut. Dengan diantar Bapak dan pamannya, Dindin berangkat dari Subang pada pukul 8 malam dan tiba di kota Garut pada pukul tiga pagi.

Lagi-lagi, karena tidak ingin menyusahkan orang tua, Dindin rela tidur di dalam mobil sewa. Dindin tidak ingin membayar mahal hanya untuk menginap di hotel. Bahkan pagi harinya, Dindin memberanikan diri mandi di sebuah pancuran/pemandian umum yang sangat sempit. Sebuah pancuran yang biasanya digunakan bus angkutan kota untuk mandi. Ini merupakan pengalaman paling aneh sekaligus berbahaya yang pernah Dindin lalui.

Berkat doa orang tua, kerja keras dan (mungkin) faktor keberuntungan; Dindin dinyatakan lolos menjadi penerima Paramadina Fellowship 2008-2012. Sebagai penerima beasiswa, Dindin hidup di sebuah asrama yang pada akhirnya mengajarkan arti tenggang rasa, persahabatan dan kerjasama. Ia berhasil lulus tepat waktu, empat tahun. Yang perlu ditiru, Dindin tidak hanya aktif belajar di kelas. Ia memanfaatkan waktunya untuk berorganisasi dan bekerja paruh waktu.

“Saya tidak hanya aktif belajar di kelas. Hari-hari saya diwarnai dengan keterlibatan di Paramadina ASEAN Community (PAC), Paramadina Debating House (PDH), dan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional. Saya juga bekerja di Carbella Entertainment yang setiap akhir pekan mengajari anak-anak ekspatriat di Grand Hyatt Hotel Jakarta. Walaupun mendapatkan penghasilkan yang tidak seberapa, saya rasa itu adalah pengalaman berharga. Menjelang akhir belajar, saya sempatkan magang di sebuah hotel berbintang di Pulau Dewata, Bali.”

Segenap pencapaian Dindin selama ini tidak terlepas dari sang teladan yang tidak lain adalah ibunya. Ia masih ingat pesan sang bunda bahwa menjadi perempuan harus mandiri berjuang dan tidak lagi bergantung dengan laki-laki. Dindin memiliki prinsip untuk melakukan apapun yang ia inginkan dan ia sukai dengan penuh tanggungjawab.

Kini, Dindin bekerja di sebuah perusahaan asal Singapura. Ia masih memiki segudang mimpi. Di antaranya adalah membahagiakan orang tua dengan membuat restoran Sunda di luar negeri. Ia ingin bekerja sekaligus berkeliling dunia yang akan mengantarkan hasratnya. Inilah pesan-pesan Dindin untuk sahabat Kampusgw.

“Jangan pernah menyerah dengan mimpi-mimpi kamu, bangkitlah! Banyak cara untuk mendukung mimpi kamu. Karena, ketika mimpimu tercapai akan benar-benar membuat bahagia dan membanggakan.  Adapun tips dan trik mendapatkan beasiswa sangat sederhana: bersikaplah jujur dan tampillah dengan penuh percaya diri karena setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan.”

Categories:   Beasiswa

Comments

error: Content is protected !!