Kampusgw.com

Menu

Petulangan Anak Banjar Kuliah di Jakarta

“Bagaimana pendapatmu, kalau kamu sekolah di Jakarta?” Guru bahasa Inggrisku bertanya dengan menatap mataku tajam

“Hm.. menarik sih pak, tapi lebih baik saya kuliah yang jaraknya dekat dengan tempat keluarga. Lagian saya anak pertama, dan pendidikan di Banjarmasin juga tidak kalah bagus. Terus ….kalau kuliah di Jakarta, harus punya biaya hidup yang banyak…belum lagi pergaulan..blah..blah..” Berjuta alasan ku kemukakan tentang keenggananku untuk kuliah di kota besar yang merupakan pusat metropolitan Indonesia.

Guruku menghela nafas mendengar jawaban yang ku berikan. Matanya memandang ke arah langit yang berwarna jingga. Sayup-sayup surat Al Qur’an pengantar sebelum adzan Maghrib telah dikumandangkan.

“Bapak tidak bisa mengatakan apa yang kamu katakan salah atau benar, tapi satu pesan bapak. Jika kamu ingin menjadi besar, maka yang kamu perlukan tidak hanya pintar berpikir. Tapi lebih dari itu, yaitu pengalaman. Pengalamanlah yang akan menjadi guru terbaik jika kamu ingin menjadi seseorang yang besar dan maju.” Mata bapak guru kembali menatapku tajam.

Dia tidak banyak berkata-kata atau membuat serangkaian alasan, tapi inilah yang membuat dirinya selalu dikagumi oleh banyak siswa di SMA ku. Serangkaian kata-katanya bagai embun pagi. Jernih dan menyejukkan.

Menjadi Penerima Paramadina Fellowship

Berselang sehari setelah pembicaraanku dengan guru bahasa Inggris di kala senja waktu itu, aku pun memutuskan mengikuti sarannya untuk mendaftar program beasiswa yang diadakan oleh salah satu universitas swasta di Jakarta, Paramadina Fellowship. Saat itu hanya tersedia 10 kursi untuk setiap program bagi seluruh pendaftar se-Indonesia. Aku memilih program Psikologi karena tertarik dengan ilmu mengenai hubungan antar manusia. Bagiku, mempelajari ilmu manusia seperti mempelajari tentang esensi hidup. Setiap manusia punya keunikan baik itu kelebihan dan kekurangan. Kedua hal itulah yang membuat manusia menjadi manusia seutuhnya.

Dibantu oleh guru bahasa Inggrisku, beliau memberikan saran untuk meminta rekomendasi yang ditulis oleh guru besarnya di salah satu universitas islam di Banjarmasin. Beliau juga membantuku untuk melengkapi berkas dari sekolah.

Tidak percaya dan sangat bersyukur, itulah yang ku alami. Ternyata dari kurang lebih 8000 pelamar, aku termasuk seseorang yang terpilih untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Ada rasa bangga dan haru yang sangat dalam. Ternyata dengan mempercayai dorongan yang diberikan oleh seorang guru bahasa Inggris, aku dapat melipat gandakan rasa kepercayaanku untuk bersaing dengan beribu anak berprestasi dari seluruh negeri.

Menjadi Mahasiswa Sekaligus Perantau

Nurfitria Farhana

Nurfitria Farhana

Tahun pertama, aku dihadapkan dengan proses adaptasi dari kota kecil dengan kota metropolitan yang lebih bebas, kreatif dan modern. Jujur saja, di saat aku belajar dari SD sampai dengan SMA, guru–guru masih mengajarkan dengan teknik yang sangat konvensional. Namun, di Universitas Paramadina, aku dihadapkan dengan gaya mengajar yang fleksibel dan mengutamakan kebebasan berkreasi bagi mahasiswanya. Hal ini membuat kami sebagai mahasiswa tidak hanya diberikan ilmu secara teori namun juga kebebasan untuk berkarya dan berpendapat dalam berdiskusi, belajar hingga mengerjakan tugas.

Setiap dosen tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu di kelas namun juga memberikan praktik serta seminar yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk memperdalam ilmu yang dipelajari. Di setiap mata kuliah, seringkali diadakan seminar atau dosen tamu yang telah expert dibidangnya. Seperti saat kasus mutilasi menjadi hot issue di Indonesia, dosen mata kuliah Psikologi Klinis khusus mendatangkan psikolog forensik dalam dua sesi kuliah. Tidak hanya itu, kami juga diberikan kesempatan mengunjungi tempat-tempat praktik di mana ilmu psikologi digunakan untuk mempermudah dan menganalisis pekerjaan atau case.

Selama 3,5 tahun kuliah, telah banyak tempat ku kunjungi untuk memperdalam ilmu psikologi. Tidak hanya di waktu jam kuliah namun juga lewat relasi yang diberikan dosen. Aku berkesempatan menjadi researcher HIV pada narapidana di salah satu lembaga kemasyarakatan. Bukan sebagai peneliti yang mengambil data lalu pergi, aku berkesempatan turun langsung menjadi tenaga relawan dokter serta berinteraksi langsung dengan narapidana yang terinfeksi HIV. Aku juga berkesempatan menjadi kindly friend untuk pasien hemodialisa di salah stau yayasan Hemodialisa. 6 bulan pertama, aku hanya bertugas sebagai tenaga relawan listener & friend bagi pasien untuk membantu penelitian dosenku. Namun 1 tahun selepas itu, aku dipercaya sebagai asisten psikolog. Alhasil, 2 Penelitian yang kutulis dengan dosen dan 2 penelitian pribadi telah berhasil dipublikasikan.

Tidak hanya penyesuaian dari gaya belajar dan mencari informasi, kuliah di kota terbesar di Indonesia juga membuatku harus lebih terbuka dalam pergaulan. Easy going dan lebih toleran adalah 2 kunci utama yang kupelajari. Aku aktif mengikuti beberapa organisasi kampus yang akhirnya mendorongku tidak hanya belajar saling memahami, tetapi juga terdorong untuk membuat inovasi dan ide-ide kreatif. Aku aktif bergabung di organisasi Kafha “laboratory of humanity and culture” Paramadina. Di sana aku mempelajari ilmu seni dan berperan sebagai artis teater. Aku juga mengikuti “outliers” debat psikologi, Paramadina Debating Club, Dewan Keluarga Masjid, dan lain-lain. Mulai dari organisasi jurusan hingga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Organisasi yang ku ikuti, tidak hanya memberikanku sahabat namun juga esensi dari nilai kekeluargaan.

Di luar dari organisasi kampus, kuliah di Paramadina juga memberikanku kesempatan untuk mendapatkan banyak link sehingga dapat mengikuti kegiatan di luar dari dunia kampus dan jurusan yang ku tekuni. Aku pernah menjadi Leading Officer yang mengantarkanku banyak berinteraksi dengan manager dan coucher atlet Karate Brunei Darussalam saat SEA GAMES. Aku juga berkesempatan menjadi relawan dan anggota NGO International Global Peace Volunteer yang mengantarku untuk berteman dengan banyak aktifis kampus di luar Paramadina baik di dalam dan di luar negri. Aku juga berkesempatan untuk belajar dunia usaha mandiri dan berhasil memenangkan salah satu bantuan dana dari event entrepreneur tersebut. Tidak hanya pengalaman, berani kuliah di Jakarta juga mengantarkanku dekat dan bertemu dengan banyak orang yang menginspirasi.

Selepas dari kuliah, sesuai dengan tekad pertamaku saat kuliah di Jakarta, aku ingin kembali ke tempat dari mana aku berasal. Aku ingin turut membangun daerah dengan bekal pengalaman yang aku dapatkan. Hingga saat ini, aku bekerja di salah satu perusahaan besar di Kalimantan dengan total pekerja 80% orang lokal. Aku dipercaya memegang peranan cukup penting untuk pengembangan karyawan seluruh Kalimantan di usiaku yang masih tergolong muda. Dapat aku katakan, semuanya ini berasal dari keberanian untuk membuka wawasan. Terima kasih guruku dan terima kasih bagi Universitas Paramadina yang memberikan kesempatan yang tidak ternilai harganya.***

Nurfitria Farhana, Paramadina BNI 46 Fellowship 2009

Categories:   Beasiswa

Comments

error: Content is protected !!