Kampusgw.com

Menu

Jurusan HI? Agung Setiyo Wibowo: Penulis Buku “Jadi, Kamu Pilih Jurusan HI?”

Hubungan Internasional merupakan salah satu jurusan favorit. Setiap tahunnya, jurusan ini tidak sepi dari peminat. Buktinya, dari waktu ke waktu semakin banyak kampus yang membuka jurusan ini.

Dulu, Hubungan Internasional atau yang lebih dikenal dengan HI, hanya ada di kota-kota besar saja. Katakanlah Jakarta, Bandung, Surabaya, atau Yogyakarta. Dalam satu dekade terakhir, situasi telah berubah.

Kini, jurusan ini sudah ada di perguruan tinggi-perguruan tinggi lokal. Sekarang, jurusan Hubungan Internasional telah dibuka oleh kampus-kampus yang berada di kota-kota sedang bahkan kecil. Misalnya saja Jombang,  Ponorogo, Malang, Salatiga, Solo, Majalengka, Tulang Bawang, atau Brebes.

Nah, kali ini Kampusgw.com berkesempatan mewawancarai penulis buku pop di bidang Hubungan Internasional. Tidak lain ialah Mas Agung Setiyo Wibowo. Nah, penasaran kan dengan wawancara kami dengan alumni Hubungan Internasional Universitas Paramadina tersebut? Yuk, simak dan sebarkan nukilan wawancara ini ke teman-teman terdekat.

 

Siapa nama lengkap Anda?

Agung Setiyo Wibowo.

 

Apa kesibukan saat ini?

Kalau ditanya kesibukan, saya multiperan ya. Saat ini masih dipercaya sebagai Program Director di Veloz Training. Di luar itu sebagai Advisor Guidepoint, Consultant Expertdb, dan Senior Consultant di Manuver Corp. Di waktu luang saya olahraga, menulis, membaca, menjadi pembicara dan bertemu dengan orang-orang baru.

 

Bisa diceritakan latar pendidikan Anda?

Setelah tamat dari SMA POMOSDA di Nganjuk, Jawa Timur, saya melanjutkan kuliah jurusan Teknik Informatika (TI) di sebuah perguruan tinggi di wilayah tersebut. Karena merasa “salah jurusan”, di tahun 2008 saya mengambil jurusan Hubungan Internasional di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan.  Lima tahun kemudian, saya melanjutkan jenjang Magister dengan jurusan yang sama di Universitas Indonesia.

 

Kalau boleh tahu, apa motivasi Anda mengambil jurusan Hubungan Internasional?

Ehmmmm, jujur saja, waktu lulus SMA, saya “buta” dengan profil program studi. Mungkin karena saya belajar di “daerah” ya. Bacaan saya terbatas. Guru Bimbingan Konseling pun tidak ada. Jadi, faktor pengambilan program studi seperti “meraba-raba”.

Jurusan Hubungan Internasional saya ambil karena keisengan saja. Tapi kalau ditanya lebih dalam lagi, saya memilih HI karena menguasai tiga bahasa asing waktu itu: Arab, Inggris, dan Jepang. Ketiga bahasa tersebut saya pelajari selama menjadi santri di SMA POMOSDA. Arab dan Inggris merupakan bahasa resmi di pesantren, jadi saya sudah sangat fasih. Adapun bahasa Jepang juga diajarkan selama satu semester.

Keputusan saya untuk mengambil Hubungan Internasional didorong oleh keinginan saya untuk mempromosikan potensi Indonesia ke dunia. Berbeda sekali dengan sebagian besar teman-teman saya yang mengambil HI karena ingin menjadi diplomat.

 

Ehmm, menarik juga. Mengapa Anda memilih Universitas Paramadina, bukan perguruan tinggi negeri  populer seperti UGM, UI, UNPAD, UNAIR, atau UNEJ?

Sederhana sekali. Saya lahir dan besar di kampung, dari kecil tak pernah memiliki mimpi besar. Saya mengambil HI Paramadina karena di tahun 2008, kampus itu memiliki program beasiswa penuh yang bernama Paramadina Fellowship (PF). Singkat kata, saya memilih Universitas Paramadina karena menawarkan beasiswa hehe.

 

Semakin menarik nih. Apakah Anda menikmati petualangan akademik di bidang Hubungan Internasional?

Oh tentu. Saya begitu menikmati masa kuliah di jurusan Hubungan Internasional. Mungkin karena saya “gila baca” ya. Jadi, saya merasa hasrat membaca terpenuhi di sini. Belum lagi budaya akademik yang mendukung.

Sekedar informasi, jurusan ini mengharuskan saya untuk rajin membaca. Karena hampir semua mata kuliah mengharuskan saya untuk menulis makalah. Sehingga, saya takkan bisa menganalisis dengan baik tanpa dibekali dengan bacaan yang kaya.

Hobi membaca saya rupanya mendorong saya untuk belajar menulis. Oleh karena itu, sejak semester pertama di bangku kuliah saya sering mengikuti perlombaan.

Bagi saya, mengikuti perlombaan bukan serta-merta untuk mengharapkan hadiah. Ya, hadiah memang penting tapi bukan tujuan utama. Motivasi saya ialah untuk “memantaskan diri”. Jadi, kalau menang bagi saya bonus. Kalaupun belum beruntung ya bisa jadi pelajaran. Nggak ada ruginya sama sekali.

Selain rajin mengikuti perlombaan, saya tidak kalah rajin mengikuti konferensi. Baik di tingkat nasional maupun internasional. Keikutsertaan saya dalam konferensi awalnya hanya iseng. Namun, seiring berjalannya waktu, malah menjadi hobi. Saya suka mengikuti konferensi karena apa yang saya tulis bisa saya presentasikan di depan publik. Jadi, ketika makalah saya diterima secara otomatis saya bisa menjadi pembicara. Satu acara bisa ganda manfaatnya. Belajar menulis, belajar berbicara. Belum lagi bisa berjejaring dengan orang-orang yang lebih hebat daripada saya.

 

Selama menjadi mahasiswa, apa yang Anda lakukan selain belajar di kelas?

Nah, ini pertanyaan bagus. Saya bukan tipa “kupu-kupu”. Maksudnya, saya bukan tipe mahasiswa yang kuliah pulang-kuliah pulang.

Bisa dikatakan, saya cukup aktif berorganisasi. Baik di dalam maupun luar kampus. Sejarah mencatat keaktifan saya di beberapa unit kegiatan mahasiswa (UKM) seperti paduan suara, pers, hingga pers. Di luar itu saya pernah mengikuti sekolah politik yang digagas oleh salah satu partai besar. Meski tidak menjadi pimpinan, saya sempat aktif di Serikat Mahasiswa (SEMA) Universitas Paramadina – yang tidak lain merupakan senat mahasiswa kalau di kampus lain.

 

Konon, sebagian besar mahasiswa Hubungan Internasional jago berbahasa Inggris ya?

Ya, sepertinya demikian. Karena saya saya lihat semua teman saya memang fasih berbahasa Inggris. Mungkin mereka mengambil Hubungan Internasional agar kelak mampu membawa diri mereka menjadi diplomat. Minimal, kecakapan berbahasa Inggris tidak luntur selama kuliah. Karena hampir semua bacaan saya memang berbahasa Inggris hehe.

 

Teman-teman masih penasaran nih, apa sih yang dipelajari di Hubungan Internasional?

Nah, ini nih. Pertanyaan bagussss! Hubungan Internasional merupakan jurusan interdisipliner. Artinya, jurusan ini saling berkaitan dengan jurusan lainnya.

Hubungan Internasional mendidik mahasiswa untuk mempelajari hubungan antar aktor yang mempengaruhi konstelasi politik internasional. Mulai dari pemerintah, organisasi non-pemerintah, media, perusahaan (swasta), hingga masyarakat sipil. Bahkan individu.

Program Studi Hubungan Internasional mengajarkan teman-teman dari A ke Z. Beberapa mata kuliah yang dipelajari ialah Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Pengantar Ilmu Politik, Politik Luar Negeri, Perbandingan Politik Luar Negeri, Antropologi, Sosiologi, Filsafat, Pendidikan Kewarganegaraan, Ekonomi Internasional, Ekonomi Politik Internasional, Hukum Internasional, Organisasi Internasional, Keamanan Internasional, Perdamaian dan Resolusi Konflik, Politik Luar Negeri Indonesia, Isu-Isu Global Masa Kini, Aktor Non-Negara Dalam Hubungan Internasional, Kajian Asia Tenggara, Kajian Asia Timur, Kajian Eropa, Kajian Afrika, Kajian Amerika, Kepemimpinan Dalam Hubungan Internasional, dan seterusnya. Karena itu yang saya ingat hehe.

 

Apakah bahasa pengantar program studi Hubungan Internasional adalah bahasa Inggris?

Bergantung perguruan tingginya sih. Kalau dulu saya di Universitas Paramadina tidak sepenuhnya. Mata kuliah sebagian besar diantarkan dalam bahasa nasional kita. Hanya beberapa mata kuliah tertentu yang disampaikan dalam bahasa Inggris. Mungkin di kampus lain berbeda.

 

Apakah di jurusan Hubungan Internasional diajarkan bahasa asing lain selain bahasa Inggris?

Oh tentu. Dulu saya di Universitas Paramadina mendapatkan empat atau mata kuliah yang berhubungan dengan bahasa. Dari Bahasa Inggris Dasar, Bahasa Inggris Tingkat Lanjut, Bahasa Inggris untuk Hubungan Internasional, hingga bahasa lain yang menjadi minat mahasiswa. Mulai dari Mandarin, Arab, Jepang dan Perancis.

Intinya sih, bahasa Inggris itu ibarat “makanan pokok”. Sedangkan bahasa asing lainnya itu seperti “lauk pauk”. Nah, kalau kita makan kan bergantung selera tuh mau pakai lauk apa. Jadi, ada beberapa bahasa asing yang ditawarkan tapi bisa memilih. Ini tentu menjadi poin plus tersendiri bagi lulusan Hubungan Internasional.

 

Bagaimana dengan budaya akademik dan non-akademik mahasiswa Hubungan Internasional?

Wah, kalau ini sih seru ya. Anak-anak Hubungan Internasional biasanya “doyan” baca. Buku apa saja dilahap deh. Pemikiran dari aliran manapun dicerna. Dari perspektif Barat, Islam, Tiongkok, Latin, India, Timur Tengah dan seterusnya. Entah dari sudut pandang marxisme, komunisme, liberalisme, sosialisme, dan lainnya.

Jika saya amati, sebagian besar teman saya memang minat mengkaji politik ya. Entah politik dalam negeri maupun luar negeri. Itu mengapa hampir semuanya juga aktif berorganisasi. Baik di kampus maupun luar kampus.

Karena banyak yang menjadi aktivis, lulusan Hubungan Internasional (HI) banyak yang berkiprah di bidang politik. Entah sebagai peneliti politik maupun praktisi politik alias politisi. Itu mengapa tidak mengherankan lulusan HI bisa kerja di mana saja yang berhubungan dengan politik. Mulai dari Staf Ahli DPR, Peneliti Politik, Peneliti Hubungan Internasional, hingga “Makelar Politik” sekalipun. Yang terakhir ini jangan ditiru ya hehe.

Oh satu lagi, baru ingat. Ada acara tahunan yang diikuti oleh aktivis mahasiswa HI se-Indonesia. Namanya kalau tidak salah Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Se-Indonesia  (PNMHII) dan Pertemuan Sela Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Se-Indonesia (PSNMHII). Di forum tersebut acaranya benar-benar seru. Mulai dari Simulasi Sidang PBB, diskusi ilmiah, seminar, jalan-jalan, Gala Dinner, Table Manner, hingga rapat-rapat yang “HI banget”. Karena dua acara tersebut bisa dikatakan yang terbesar, biasanya ada seleksi begitu ketat di setiap kampus untuk menentukan siapa saja delegasinya. O ya, tuan rumahnya biasanya bergilir ya. Tidak melulu di satu tempat.

 

Bagaimana dengan magang? Apakah diwajibkan bagi mahasiswa Hubungan Internasional?

Kalau yang ini bergantung kebijakan masing-masing perguruan tinggi ya. Dulu waktu saya kuliah di Paramadina, tidak diwajibkan. Tapi, saya sendiri magang di dua tempat.

 

Di mana saja mahasiswa Hubungan Internasional magang?

Oh, itu bergantung minatnya ke mana sih. Bergantung passionnya juga.                Biasanya, mahasiswa mengambil magang di bidang-bidang yang ingin digeluti kelak ketika tamat kuliah.

Bagi yang berjiwa sosial, magang di lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan, atau lembaga non-pemerintah. Bagi yang minat pers, bisa magang di media – entah cetak, elektronik, atau digital. Bagi yang ingin menceburkan diri sebagai abdi negara, bisa magang di institusi pemerintahan. Bagi yang ingin berkarir sebagai diplomat bisa mencoba Kementerian Luar Negeri, BAPPENAS, Kementerian Perdagangan, organisasi-organisasi internasional atau kedutaan-kedutaan besar negara sahabat.

Intinya, bebas sih.

 

Lulusan Hubungan Internasional kebanyakan kerja di mana?

Saya belum menemukan riset terkait hal itu sih. Karena mungkin, selama ini belum ada lembaga yang peduli dengan isu-isu seperti ini. Kalaupun ada survei, biasanya itu masing-masing kampus secara internal. Jarang sekali yang dipublikasikan kepada publik.

Kendati demikian, saya tahu di mana saja kawan-kawan saja lulusan hubungan internasional. Baik yang satu almamater maupun seluruh Indonesia.

Sebagian memang ada yang benar-benar menjadi diplomat. Juga bekerja di lembaga-lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat (kementerian) maupun daerah (dinas). Lulusan hubungan internasional yang bekerja di media banyak sekali. Karena mungkin dari semester awal sudah dilatih menulis ya. Jadi, menjadi wartawan bisa menjadi opsi yang masuk akal.

Lulusan Hubungan Internasional tidak sedikit yang sukses menjadi praktisi hubungan masyarakat (humas). Baik sebagai Public Relations Consultant maupun sebagai Humas di perusahaan, pemerintahan, dan organisasi nirlaba.

Lulusan Hubungan Internasional tak kalah banyak yang sukses berkarir di bidang penyiaran. Baik sebagai penyiar televisi nasional, televisi lokal, atau radio-radio di seluruh Indonesia. Sebagian malah sudah “go international”.

Karena biasanya “jago ngomong”, lulusan Hubungan Internasional pun banyak yang berhasil di bidang penjualan dan pemasaran. Ini tak mengherankan karena selama di kampus mahasiswa telah terlatih untuk presentasi, diskusi, debat, dan kegiatan lain yang “bersilat lidah”.

O ya, tak ketinggalan, lulusan Hubungan Internasional banyak kok yang menjadi pengusaha. Seperti lulusan dari jurusan manapun, mereka berani bisnis di bidang yang disukainya.

 

Apa sih motivasi Mas Agung menulis buku “Jadi, Kamu Pilih Jurusan HI? Cerita Seorang Alumnus Hubungan Internasional dan teman-temannya”?

Sederhana saja. Saya ingin mengedukasi dua kelompok nih. Pertama, calon mahasiswa Hubungan Internasional yang tidak lain adalah adik-adik SMA/sederajat. Saya ingin mereka tahu betul dengan jurusan ini. Jadi, saya tidak ingin mereka “salah jurusan”. Kedua, mahasiswa Hubungan Internasional di manapun berada. Buku ini bermanfaat untuk memandu mereka dari awal masuk kuliah hingga sukses berkarir. Intinya dua itu sih.

Saya menulis buku “Jadi, Kamu Pilih Jurusan HI? Cerita Seorang Alumnus Hubungan Internasional dan teman-temannya” bukan untuk komersial. Tapi karena murni ingin menolong adik-adik agar memahami jurusan Hubungan Internasional dengan lebih baik. Karena ketika saya masuk jurusan ini, saya benar-benar “buta”.

 

Apa saran-saran Mas Agung untuk calon mahasiswa Hubungan Internasional?

Jurusan apapun bisa mengantarkan individu untuk sukses berkarir dan bermasyarakat. Namun, yang harus diingat, sukses sejatinya bukan tentang apa yang kamu dapat. Melainkan apa yang bisa kamu berikan kepada orang lain. Sukses ialah ketika diri kita bisa bermanfaat untuk menciptakan nilai tambah, melayani sesama, memecahkan masalah, dan menolong orang lain.

Hubungan Internasional hanyalah satu dari puluhan atau mungkin ratusan jurusan yang bisa kamu pilih di jenjang perguruan tinggi. Jika kamu suka mengkaji isu-isu hubungan internasional, politik dalam negeri, dan ingin “go international”, jurusan ini tidak ada salahnya untuk dicoba. Yang pasti, apa yang kamu lakukan selama menjadi mahasiswa Hubungan Internasional kelak, itulah yang membawa kamu sukses atau tidaknya berkarir dan bermasyarakat. Jadi, hukum alam tak pernah berubah. Barang siapa menanam, pasti akan memanen.

 

Categories:   Jurusan

Comments

error: Content is protected !!