Kampusgw.com

Menu

IPA atau IPS?

Setiap tahunnya ratusan ribu siswa lulus dari jenjang SMA dan sederajat. Setelah lulus, mereka memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang langsung bekerja, membantu orang tua di rumah, atau menganggur. Bagi lulusan yang orangtuanya berkecukupan dan atau lulusan yang berprestasi penerima beasiswa, perguruan tinggi adalah pilihan mutlak.

Sedari menginjak kelas X SMA, para siswa biasanya bimbang untuk memilih jurusan. Walaupun jurusan IPA, IPS dan Bahasa sudah jelas memiliki keunikan dan keunggulan masing-masing, para siswa biasanya heboh untuk menentukan pilihan, terutama untuk pilihan IPA atau IPS. Sejauh ini, ada anggapan bahwa siswa IPA lebih pandai daripada IPS. Hal ini didukung oleh asumsi umum bahwa siswa yang pandai di pelajaran ilmu alam (eksakta) adalah bibit terunggul dibandingkan yang lainnya. Pun, lulusan IPA juga berhak mengambil jurusan IPS di bangku perguruan tinggi.  Fenomena ini masih berlanjut ketika mereka lulus dari bangku SMA.

Anggapan tersebut sangatlah menyesatkan. Kebingungan siswa menentukan jurusan dipicu oleh minimnya peran guru BK (Bimbingan Konseling) dan Wali Kelas, Hal ini diperparah dengan rendahnya pengetahuan dan pemahaman publik tentang arti kecerdasan. Padahal, setiap orang memiliki kadar dan jenis kecerdasan yang berbeda-beda. Orang yang cerdas di bidang ekstakta (logika) terlanjur dianggap “dewa”. Padahal setidaknya ada 8 jenis kecerdasan yaitu bahasa, logika-matematika, musical, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal dan naturalis.

Persaingan untuk memasuki perguruan tinggi favorit (terutama PTN) sangat ketat. Hal ini berlaku untuk jurusan IPA atau IPS. Bagi anak yang sudah mengenali minat dan bakatnya sejak duduk di bangku SMA, mereka tentu tidak lagi dipusingkan ketika memilih program studi atau jurusan di jenjang perkuliahan. Lulusan IPA biasanya memperebutkan program studi favorit seperti Kedokteran, Farmasi, Teknik Perminyakan, Teknik Elektro, Arsitektur, Teknik Mesin dan seterusnya. Sementara itu lulusan IPS mendambakan jurusan Manajemen, Akuntansi, Ekonomi, Statistika, Komunikasi, Hubungan Internasional, Psikologi, dan lain-lain.

Memilih jalur IPA (ilmu alam dan turunannya) atau IPS (ilmu sosial dan turunannya) dalam jenjang perguruan tinggi biasanya ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:

  1. Dorongan orang tua. Sudah menjadi kewajiban bagi orangtua untuk mengarahkan putra putrinya. Orangtua yang baik adalah yang mampu mengenali potensi terbaik (minat dan bakat) anaknya. Namun, pada umumnya orangtua memaksakan anaknya untuk memilih program studi tertentu yang dianggap lebih “terhormat”, prestise, atau menjanjikan di masa depan.
  2. Kebutuhan Dunia Kerja. Pada umumnya para sarjana sibuk mencai kerja setelah menggondol gelar sarjana. Untuk itu, sebaiknya anak dan orang tua memahami kebutuhan dunia kerja di masa yang akan datang. Dalam konteks Indonesia, tren permintaan dunia kerja selalu menyesuaikan dengan dinamika internasional.
  3. Minat dan Bakat. Sesuai dengan ragam kecerdasan diatas. Masing-masing individu memiliki keunikan tersendiri. Minat adalah faktor yang dinamis, sedangkan bakat adalah bawaan lahir. Alangkah baiknya sedari awal sudah mengenali diri sendiri, terlebih lagi mensinergikan minat dan bakatnya pada bidang tertentu.
  4. Tren. Lulusan SMA biasanya para remaja yang bertransisi menuju dewasa. Pengaruh faktor eksternal sangat berperan disini. Maka tidaklah berlebihan jika “mengikuti tren” adalah alasan yang jamak ditemukan dimana-mana. Alangkah bijaknya, jika orangtua mampu mengarahkan anaknya untuk memilih jurusan yang tepat.

Dari empat faktor diatas, minat dan bakat adalah yang paling mendasar. Permasalahannya, bagaimana cara untuk mengetahui minat dan bakat? Sebelum ilmu pengetahuan berkembang, manusia mengandalkan ramalan sesuai dengan nilai, norma dan adat masing-masing. Beruntung, saat ini sudah ada metode tepat yang dapat dipertanggungjawabkan. Salah satunya adalah melalui Tes Potensi Akademik (TPA).

Secara sederhana, TPA adalah suatu tes yang dilakukan untuk mengetahui bakat dan kemampuan individu di bidang akademis atau keilmuan. TPA identik dengan tes GRE (Graduate Record Examination) yang diakui dan berstandar internasional. Tes ini banyak diadopsi untuk menyaring CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), rekruitmen karyawan perusahaan asing ataupun BUMN (Badan Usaha Milik Negara), bahkan untuk kenaikan pangkat. Tes penerimaan mahasiswa pada jenjang S1 dan S2 juga menerapkannya. Biasanya TPA memiliki empat macam jenis soal, yakni tes verbal atau bahasa, numerik atau angka, tes logika dan tes spasial atau gambar.

Lalu bagaimana cara mengikuti TPA? Biasanya, setiap kampus menyediakan fasilitas ini dalam seleksi mahasiswa baru. Beruntung, dewasa ini sudah terbit puluhan atau bahkan ratusan buku yang berisi kiat-kiat menempuh TPA di took-toko buku, bahkan tidak sedikit yang tersedia gratis di internet. Berikut adalah beberapa website gratis yang menyediakan tes kecerdasan:

IPA atau IPS memang harus dilalui dalam penjurusan di bangku SMA dan menjadi pintu gerbang ke perguruan tinggi. Namun, yang terpenting adalah mengenali potensi diri sendiri. Alangkah baiknya, menempuh pendidikan sesuai dengan minat dan bakat masing-masing sehingga dapat melejitkan potensi dengan maksimal. Bagaimana dengan Anda? Sudahkan kamu mengenali diri sendiri?

Categories:   Jurusan

Comments

error: Content is protected !!