Kampusgw.com

Menu

Hendri Ripa’i: Pemimpi Tanpa Takut Gagal

Pemuda asal Lampung, bertubuh mungil, ceria dan tanpa takut gagal memutuskan untuk hijrah ke kota metropolitan, Jakarta sejak tahun 2009 ketika lulus SMK. Pertama menginjakkan kaki di Jakarta, ia tidak langsung memutuskan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi, melainkan mencari pekerjaan dengan mengajar les dari satu rumah ke rumah yang lain untuk mengumpulkan uang terlebih dahulu demi mencapai cita-cita mulianya, yaitu sebagai guru. Dengan memperoleh penghasilan dari mengajar les tersebut, ia gunakan untuk mengikuti les di beberapa lembaga guna mengikuti seleksi masuk Perguruan Tinggi yang ia harapkan. Ia adalah Hendri Ripa’i.

Hendri Ripa'i

Hendri Ripa’i, salah satu finalis Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional 2014

Perjuangan menempuh pendidikan tinggi ia mulai pada tahun 2010, dengan mengikuti seleksi dan diterima di Universitas Indonesia (UI) dengan mengambil Jurusan S1 Sastra Belanda. Namun, Allah punya kehendak lain dan rencana yang lebih indah. Kesempatan tersebut tidak diambil karena faktor biaya yang sangat kurang mendukung. Ia tinggal di Jakarta jauh dari keluarga besar dan seorang ayah yang tidak mungkin diminta untuk membiayai kuliahnya.

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengikuti jalur seleksi lain, yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang diadakan secara serempak di Indonesia. Dalam SNMPTN ini, ia tidak memilih UI sebagai salah satu pilihannya. Ia memilih Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sebagai tujuannya, dengan memilih di antara 2 jurusan, yaitu Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Pemilihan jurusan tersebut dengan alasan, kalau Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, ia berfikir bahwa di Indonesia masih sangat dibutuhkan tenaga pendidik dari jurusan tersebut dan tidak akan ada matinya karena Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional kita. Sedangkan memilih PGSD karena ia berfikir bahwa guru SD sangat dibutuhkan dilihat dari pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin hari semakin meningkat dan semakin banyak SD yang berdiri. Selain kedua alasan tersebut, ia berfikir bahwa menjadi guru adalah passion-nya, dan itu diketahui sejak ia mengajar les sebelum masuk ke Perguruan Tinggi.

Hari meghitung hari, akhirnya pengumuman SNMPTN tiba. Ia tidak berani membuka pengumuman itu sendiri. Namun ada salah satu teman yang mengabarinya bahwa ia diterima dan masuk di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta dengan predikat penerima Beasiswa Bidik Misi, yang pada waktu itu baru saja diluncurkan program beasiswa tersebut.

Perjalanan di UNJ pun dimulai. Seorang Hendri Ripa’i memulai usaha kecil-kecilan untuk menyambung hidupnya di kota metropolitan tersebut dengan berjualan Es Mambo pada waktu itu yang harganya 500 rupiah satu buahnya. Es tersebut dibuat pada malam harinya yang paginya dititipkan di warung-warung dekat kampus ketika berangkat kuliah dan diambil ketika pulang pada siang harinya. Sorenya, ia mengajar les lagi untuk menambah uang sakunya. Ia tidak pernah berfikir bahwa ia dapat mewujudkan mimpi-mimpinya. Namun ia tetap optimis dan tidak takut untuk bermimpi. Hari demi hari dilalui seorang Hendri Ripa’i yang harus berjuang melawan kerasnya hidup di Jakarta. Tidak sampai itu saja. Ia juga mengikuti beberapa organisasi yang ada di kampus, untuk menunjang akademiknya. Selain itu, ia juga rajin mengikuti lomba-lomba, baik tingkat universitas maupun tingkat nasional.

Berkat kerja keras dan kegigihannya, ia berhasil memperoleh gelar Mahasiswa Berprestasi tingkat universitas pada tahun 2012 dan menjadi Finalis Mahasiswa Berprestasi Nasional pada tahun 2014 lalu. Namun, ia tidak sombong dengan berbagai prestasi yang dimilikinya. Dan pada tahun 2014 juga, ia mengikuti seleksi untuk menjadi volunteer untuk mengajar anak-anak TKI yang ada di daerah perbatasan, yaitu Sarawak, Malaysia. Ia juga lolos dalam seleksi tersebut dan akhirnya berhasil menjadi volunteer di Malaysia, yang diselenggarakan oleh Volunteerism Teaching Indonesian Children Foundation (VTIC Foundation). Sembari menyelesaikan tugas akhirnya (skripsi), ia pun tidak tinggal diam begitu saja. Yaitu, ia menggunakan waktunya untuk mengajar di Adzkia Islamic School yang berada di Tangerang Selatan.

Sikap yang perlu kita teladani dari kisah nyata di atas ada tiga. Pertama, semangat dan pantang menyerah. Kedua, kerja keras dan penuh tanggung jawab. Ketiga, optimis dalam menjalankan suatu hal untuk mewujudkan mimpinya. Dan satu kalimat yang saya ingat dari beliau adalah:

Jangan takut bermimpi, bermimpilah setinggi langit, maka semestaakan membantu mewujudkannya”. – Hendri Ripa’i

Artikel ini itulis oleh: Siti Laillatul Badriyah, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!