Kampusgw.com

Menu

Lakukan Yang Kamu Bisa!

Energik. Itulah satu kata yang pertama kali diutarakan oleh banyak orang untuk menggambarkan diri Muhammad Rosyid Jazuli. Lajang kelahiran kota Blitar, 2 September 1990 ini memiliki segudang cerita untuk dibagi kepada sahabat Kampusgw.com. Khusus terkait pendidikan, sosok yang murah senyum ini sejak kecil menorehkan kemilau prestasi yang gemilang. Mulai dari menjuarai berbagai perlombaan tingkat RT sampai nasional hingga mendapatkan kesempatan belajar di negara termaju sejagad – Amerika Serikat. Bagaimana perjalanan Rosyid menempuh itu semuanya? Berikut adalah petikan wawancara Kampusgw dengannya.

Bisa diceritakan latar belakang keluarga Anda?

Aku dilahirkan di Kota Patria, Blitar Jawa Timur pada 2 September 1990. Kebetulan sebagai anak sulung dari empat bersaudara. Ayahku menghidupi kami dari usaha kecil-kecilan dengan hasil tak seberapa. Sedangkan ibu sebagaimana pada umumnya merupakan ibu rumah tangga. Aku menghabiskan masa kecil dengan sangat bahagia di kotaku.

Bagaimana Anda melalui pendidikan dasar?

Pintu keilmuanku terbuka sejak aku duduk di Taman Kanak-Kanak Al Hidayah yang terletak tidak jauh dari rumah. Di masa ini tidak banyak hal istimewa untuk dikenang. Seperti anak-anak kecil pada umumnya, hari-hariku dihabiskan untuk bermain sambil belajar. Pendidikanku berlanjut dengan meneruskan belajar di SD Islam Sukorejo. Karena agak jauh dari rumah, aku begitu riang menaiki sepeda mungil pulang dan pergi sekolah itu. Selain selalu bertengger di urutan “3 besar” peringkat kelas; aku juga aktif di kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka dan kesenian di masa ini. Bahkan aku pernah mewakili sekolah untuk mengikuti kursus di kecamatan. Suatu prestasi yang “lumayan” untuk anak seusiaku.

Lantas, Bagaimana dengan pendidikan menengah Anda lalui?

Rosyid melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Bliter yang bisa dikatakan ‘favorit’ pada saat itu. Kenyataan tersebut tidakku sia-siakan begitu saja. Aku belajar dengan tekun hingga memecahkan ‘rekor’ – meraih juara I kelas selama tiga tahun berturut-turut. Waktuku juga banyak dicurahkan mengikuti Pramuka dan Qiraah. Aku pun pernah mengikuti Turnamen Qiraah, Olimpiade Matematika, dan menjuarai lomba seni tingkat kota Blitar hingga membawaku ke lomba seni tingkat Jawa Timur. ‘Modal’ prestasi di masa SMP ini bukanlah pepesan kosong. Menjadi cambuk emas yang begitu berharga memasuki sekolah favorit berikutnya, SMAN 1 Blitar.

Selama tiga tahun di jenjang SMA, aku sangat menikmati mengayuh sepeda pulang-pergi sekolah karena memang jaraknya yang ‘lumayan; dari rumah. Walau tingkat persaingan begitu ‘wow’, aku masih bisa menyabet peringkat III di semester pertama. Yang sangat mengesankan di masa ini adalah ketika aku dipercaya menjadi Ketua OSIS di ketika ku duduk di kelas II. Pengalaman ini adalah salah satu yang paling berharga dalam hidupku karena berhasil melatih kepercayaan diri, dari yang awalnya ‘minder’ menjadi sangat luwes berbicara di hadapan banyak orang. Ya, di sini aku belajar kepemimpinan dalam arti sesungguhnya untuk pertama kalinya. Aku juga disibukkan dengan bergabung dengan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), menjadi ta’mir masjid dan menjuarai lomba kaligrafi Jepang tingkat Jawa Timur selama tiga kali. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan.

Apa cita-cita Rosyid sejak belia?

Aku sudah membulatkan tekad untuk memiliki usaha sendiri sejak kecil. Ya, aku ingin berwirausaha. Kalau ditanya apa motivasi menjadi wirausahawan, jawabannya adalah karena mampu menciptakan kesempatan kerja untuk diri sendiri dan bahkan orang lain. Jatuh bangun tidak apa-apa tapi ada hasilnya!

Bagaimana perjalanan Rosyid melanjutkan kuliah?

Aku sadar bahwa orangtuaku berpenghasilan pas-pasan, oleh karena itu sejak dulu aku ingin sekali membantu usaha Bapak setelah lulus SMA. Namun, sejarah berkata lain. Berkat informasi beasiswa yang ku peroleh dari beberapa sumber, aku memberanikan diri untuk mendaftarnya. Ketika itu aku mendaftar beasiswa Sampoerna di Universitas Padjajaran jurusan Ekonomi Pembangunan dan beasiswa Universitas Paramadina jurusan Manajemen. Alhamdulilah, aku mendapatkan keduanya. Setelah ku pikir matang, aku menjatuhkan hati di Universitas Paramadina.

Apakah ada masalah ketika proses melamar beasiswa?

Sejujurnya tidak ada kesulitan yang berarti. Ini karena aku sudah teguh berprinsip bahwa ketika mengerjakan sesuatu harus sungguh-sungguh. Ya, aku selalu memberikan yang terbaik dan totalitas.

Kenapa akhirnya Rosyid memilih jurusan Manajemen?

Seperti yang ku utarakan di atas, aku ingin menjadi pengusaha.

Bagaimana kesan awal hidup di perantauan?

Aku tipe orang yang cuek jadi perjalanan terasa mengalir begitu saja. Tapi harus diakui, aku sempat merasakan “shock culture.” Ketika tinggal di Asrama Penerima Beasiswa Paramadina, aku belajar toleransi, bertenggang rasa. Hidup bersama banyak orang senantiasa mengajarkanku bahwa ada saja yang harus dikompromikan untuk kepentingan umum. Di sisi lain aku juga sering dikecewakan karena beberapa keinginan tak tercapai. Katakanlah ‘ritual harian’ seperti tidur yang tak bisa tenang karena terganggu oleh teman-teman yang masih beraktivitas. Namun aku sadar bahwa setiap orang memiliki prioritas yang berbeda. Aku juga sempat “shocked” karena kultur di Universitas Paramadina Jakarta berbeda sekali dengan kota kecilku. Ini tidak hanya berlaku untuk pakaian ataupun adat istiadat. Namun juga logat bicara yang berbeda.

Apakah prinsip hidup Anda?

Sederhana saja, kok. Jangan mengkhawatirkan sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan karena waktu terus berjalan. Jalani saja, daripada membuang-buang waktu. Lakukan yang kamu bisa! Take the first step, no matter what.

Apa saja aktivitas Anda selama kuliah di Universitas Paramadina?

Ya, selain belajar aku juga aktif di beberapa organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Manajemen, menjadi ketua DKM dan belakangan mendirikan Conversational English Circle (CEC). Yang paling berkesan selama menjadi mahasiswa Universitas Paramadina adalah ketika aku berkesempatan mengikuti program di Amerika Serikat. Di negeri adidaya ini aku tinggal di asrama yang ternyata banyak menemukan hal baru yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Aku benar-benar merasakan pengalaman yang berbeda. Tentu saja sekembali dari sana aku lebih percaya diri, tahu diri dan menyadari bahwa aku bukanlah siapa-siapa. Aku begitu banyak mendapatkan hal baru. Alhamdulilah . . .

Siapakah sosok teladan Anda?

Orangtuaku dan Soekarno-Hatta.

Apakah Anda pernah jatuh atau gagal?

Ya, aku seringkali jatuh atau gagal. Namun aku tidak terhenti dengan meratapi begitu saja. Jika aku belum berhasil, aku akan mengerjakan yang lain. Akan sia-sia saja jika hanya merasa bersalah atau menyesali sesuatu yang telah terjadi.

Apa pesan-pesan Anda untuk teman-teman yang tengah berjuang?

Take the first step, no matter what! Kalau ada kemauan kerjakanlah teman-teman, pasti ada jalan . . . .

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!