Kampusgw.com

Menu

SEMUA PASTI SUDAH ADA JALANNYA

Sejak pertama saya melihat dan mulai berkenalan dengan seorang gadis belia yang bernama Mutia Hasan (22), sudah terlihat dari wajahnya yang berseri–seri kalau ia memiliki semangat yang luar biasa dalam menyikapi hidup. Dengan keramahan yang Ia miliki , ia menuturkan segala proses yang dialami selama bangku perkuliahan.

Semangatnya yang tinggi tidak membuatnya putus asa untuk terus melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Sebenarnya keterbatasan ekonomi dalam keluarga sempat membuatnya sedih dan merasa kesulitan serta tertekan. Bahkan sempat pula ia kecewa dan marah kepada kedua orang tuanya. Karena kedua orang tuanya tidak bisa membantu dia untuk terus bersekolah.

Dengan modal ketekunan dan penuh keberanian, Mutia nekat untuk ikut serta dalam ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), padahal ia belum menyiapkan sejumlah uang untuk biaya masuk perguruan tinggi. “Coba dulu, baru susun rencana untuk ke depan,” itu yang Mutia tanamkan dalam pikirannya ketika mendaftar untuk ikut ujian PTN. Tanpa diduga, ternyata mimpi yang selama ini ia idam-idamkan terwujud. Ia diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta.

Saat ini Mutia Hasan tercatat sebagai mahasiswi dari perguruan tinggi di Jakarta, yaitu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Ia mengambil jurusan Hubungan Internasional (HI), karena ia memiliki cita–cita menjadi diplomat. “Saya sangat bersyukur bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri karena biayanya tergolong murah. Karena banyak pula calon mahasiswa yang ikut ujian, bisa dibilang persaingan untuk mendapatkan PTN memiliki sedikit peluang karena persaingannya yang begitu ketat. Kesempatan ini tidak akan saya sia–siakan.” imbuhnya bersemangat.

Untuk BOP atau Biaya Operasional Pembangunan, Mutia harus menyediakan uang sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah, beruntung Mutia tercatat sebagai mahasiswi di Universitas Islam Negeri, karena Perguruan Tinggi Negeri ini adalah perguruan tinggi termurah di daerah Jakarta. Ia mulai mencari pinjaman uang ke tetangga sekitar rumahnya. Perasaan malu dihiraukannya demi pendidikan yang sudah lama ia impikan. Dan ia melewati segala kesulitan – kesulitan itu dengan semangat yang tak mudah goyah.

Untuk semester awal hasil ujian Mutia sungguh mengesankan, ia selalu mendapat nilai di atas rata–rata. Terhitung dari semester awal Mutia selalu mendapat Indeks Prestasi Kumulatif ( IPK ) di atas tiga, Indeks Prestasi Kumulatif itu hasil akhir dari akumulasi Indeks Prestasi Semester. Untuk terus melanjutkan kuliahnya, Mutia mulai sibuk untuk mencari beragam pekerjaan sambilan, ia sempat menjadi pengawas ujian untuk sebuah bimbingan belajar di salah satu kawasan Jakarta. Salah satu temannya yang sama–sama berprofesi sebagai pengawas memberikan info kepadanya lowongan mengajar privat untuk anak–anak Sekolah Dasar. Tanpa berpikir banyak Mutia langsung mengiyakan tawaran tersebut.

Untuk masalah biaya pendidikan di universitas tempat Mutia belajar, biaya yang harus dikeluarkan Mutia persemester adalah satu juta tujuh ratus dua puluh lima ribu rupiah dan biaya bulanan yang harus dikeluarkan yaitu lima ratus dua puluh ribu rupiah, adapun biaya untuk kegiatan kampus yang harus dibayar persemester adalah tiga ratus ribu rupiah. Untuk semua biaya tersebut, Mutia mengandalkan uang dari hasil selama dia mengajar.

Total yang didapat selama Mutia mengajar sebesar dua juta seratus ribu rupiah perbulan. Mutia memiliki tiga murid yang memakai jasanya. Setiap murid membayar iuran sebesar tujuh ratus ribu rupiah perbulan.

Tak hanya mendapat uang dari mengajar, Mutia juga ikut menyertakan diri dalam mendapakan beasiswa dari kampus. Awalnya ia mencari info bagaimana cara untuk mendapat beasiswa yang diselenggarai oleh universitasnya. Dengan persyaratan yang ada, Mutia harus menyertakan surat keterangan aktif kuliah, Kartu Hasil Studi ( KHS ), foto copy kartu mahasiswa, dan foto copy kartu keluarga. Setelah menyertakan persyaratan–persyaratan tersebut, butuh waktu tiga sampai empat bulan kemudian hingga Universitas menyatakan lulus seleksi untuk pembagian beasiswa. Seperti gayung bersambut, Mutia lolos seleksi untuk mendapatkan beasiswa. Uang beasiswa dikirim langsung ke rekening bank mahasiswa, bank yang digunakan yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Uang yang didapat dari beasiswa tersebut digunakan untuk membeli segala keperluan  kuliah, seperti buku–buku kuliah , transportasi serta keperluan lainnya. Dengan adanya hasil dari Mutia mengajar dan pendapatan beasiswa, Mutia tidak perlu merasa khawatir untuk melanjutkan kuliah. Ia juga bisa membayar kembali pinjaman yang telah diberikan oleh tetangganya. Dengan bangga pula, Mutia bertutur tidak lupa setiap bulannya ia memberikan uang kepada kedua orang tua.

Menurutnya, kuliah sambil mengajar merupakan bagian hidup yang sulit untuk dipisahkan, karena dengan mengajar Mutia bisa terus melanjutkan kuliah dan meringankan beban kedua orang tuanya. Tidak banyak waktu yang dibuang sia–sia bagi Mutia, hampir tidak ada waktu untuk bermain–main. Sehari–hari Mutia hanya menghabiskan waktu dengan mengajar, kuliah dan mengerjakan tugas.

Kini ia mendapatkan hasil dari apa yang dia perjuangkan selama ini. Dengan jurusan Hubungan Internasional yang dia ambil dan masih tercatat sebagai mahasiswi semester tujuh, segala keingintahuannya semakin besar dan memberikan peluang yang membuat Mutia semakin dekat sebagai diplomat kelak.

Sebagai penutup, Mutia memiliki pesan yang selalu ia tanamkan untuk dirinya sendiri dan akan ia sampaikan kepada orang lain: jangan pernah menyerah, apabila ada kesempatan manfaatkan sebaik mungkin dan jadikanlah keterbatasan sebagai tantangan bukan sebagai rintangan. Pintar–pintar untuk membagi waktu, banyak berdoa serta berusaha, yang terpenting dalam hidup ini jalani segala kegiatan dengan suka cita, jadi untuk segala beban yang ada tidak akan menjadi pengganggu untuk hidup lebih maju.

Good luck for Mutia dan semua calon–calon mahasiswa yang pantang menyerah untuk meneruskan generasi masa depan bangsa.

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!