Kampusgw.com

Menu

Seorang Ahmad Yusuf

Ahmad Yusuf, adalah salah seorang penerima beasiswa korporat pada tahun 2009 di Universitas Al-Azhar Indonesia jurusan Sastra Arab. Beasiswa yang diterima laki-laki berkelahiran Lampung, 30 Januari 1990 ini, adalah Beasiswa Korporat secara penuh untuk seluruh biaya kuliahnya selama 8 semester. Dimana ketika menerima beasiswa tersebut, Yusuf – nama panggilan akrabnya, hanya membayar: biaya registrasi, biaya jaket mahasiswa, biaya buku perpustakaan, biaya membuat KTM & ATM BSM dan matrikulasi sendiri.

Yusuf adalah anak keempat dari lima bersaudara, kakak-kakaknya yang pintar dan cerdas membuat dirinya memiliki misi untuk mendapat nilai yang tinggi dan tidak boleh kalah. Sehingga, ketekunannya dalam dunia belajar semenjak MTs sudah tidak dapat diragukan lagi. Saat ini, jelas dan pasti Yusof tinggal di Jakarta, di sebuah asrama yang dimana biayanya telah disubsidi oleh Departemen Agama. Dan hal tersebut pun hanya terbatas bagi mereka-mereka yang memiliki nilai Ujian Nasional dan raport yang memenuhi persyaratan. Tidak dapat diragukan lagi, bahwa Yusuf adalah sosok yang tekun belajar.

“Allah dan Masalah yang Menguatkanku Pada Saat itu”

 

Ke-fanatik-an Yusuf untuk berdekatan dengan lawan jenis, memberikan pengaruh besar dalam kehidupan pergaulannya bersama teman-teman yang lain, terlebih di masa SMA. Dimana ia sering kali merasa terisolasi oleh teman-temannya. Ke-strict-annya terhadap waktu yang hanya untuk belajar, shalat dan makan, membuat dirinya terserang virus “kuper” (kurang pergaulan). Sehingga, Yusuf begitu miskin informasi tentang dunia perkuliahan, tentang kampus mana saja yang menjadi incaran teman-teman lainnya. Disaat teman-teman membicarakan Universitas Bakri, UI, ITB, dan UGM, yang sungguh tersohor di seluruh penjuru Indonesia, Yusuf malah tidak tahu apa-apa berkenaan dengan hal tersebut. Kurangnya berbagi cerita bersama teman-teman sebayanya, membuat ia kebingungan harus masuk universitas mana begitu lulus nanti.

Bahkan, ketika teman-teman bertanya “Mau masuk universitas mana, Suf?” sempat bingung ingin menjawab apa namun yang keluar “pertambangan – ITB” dia terdiam. Bersedih karena ketika menanyakan kuliahnya kelak pun orang tua tidak dapat membantu sepenuhnya, dikarenakan kondisi keluarga yang tidak begitu memungkinkan.

Yusuf masih terbingung dengan jalan mana yang harus ia tempuh. Suatu sore, ia mengobrol dengan kakaknya. Obrolan panjang itu, membuatnya langsung memiliki keyakinan bahwa “masa depan saya masih panjang dan saya lah yang menentukannya bukan orang lain. Kecuali Allah dan masalah-masalah yang menguatkan saya pada saat itu” Kemudian, yusuf pun tidak tinggal diam, berpikir tanpa tindakan hanya akan menghasilkan kenihilan. Ia pun mencoba untuk meminimalisir ke-strict-annya pada waktu belajar, dan mulai menyukai jalan-jalan.

Pelan-pelan ia mencari berbagai informasi mengenai beasiswa, keyakinan untuk kuliah dengan beasiswa muncul ketika sang kakak memberitahukan bahwa “ada banyak beasiswa”. Internet rasanya telah menjadi sumber informasi yang akurat. Beberapa Sekolah Tinggi pemerintah, seperti: STAN, STPDN, STSI, Sandi Negara, dan lain-lain adalah beberapa daftar sekolah tinggi yang pada saat itu memberikan beasiswa ditambah Universitas Gadjah Mada. Yusuf pun memasukkan formulir serta memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan guna mendapatkan beasiswa STAN dan UGM. Beasiswa UI pun yang dikenal dengan nama ‘Beasiswa Seribu Anak Bangsa’ dijajakinya, hanya saja, beasiswa tersebut dapat diambil jika penerima lolos SNMPTN (seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Dan akhirnya, tak satu pun ia diterima.

Dengan modal nekat dan dana seadanya, Yusuf berangkat ke Jakarta. Saat itu, ternyata Allah punya rencana yang luar biasa untuknya. Ia diterima di jurusan Teknik Elektro Universitas Al-Azhar Indonesia, melalui jalur beasiswa. Hanya saja, beasiswa tersebut hanya menutupi setengah dari seluruh biaya kuliah. Dengan keadaan orang tua yang tidak memungkinkan saat itu, ia pun tidak mengambil beasiswa tersebut.

Selalu Ada Jalan Lain

 

Yusuf pun berbagi cerita lagi kepada Kakaknya. Hingga akhirnya, kakaknya pun memutuskan untuk “mengirim” Yusuf ke LP3i dimana pada saat itu ada suatu Program Singkat Profesional selama satu tahun dengan biaya murah dan akan langsung kerja begitu lulus. Yusuf adalah lulusan MAN 1 Model Bandar Lampung tahun 2008 itu menjalani satu tahun di LP3i, setelah itu kerja sebagai staf pemasaran, tidak membuatnya lupa akan keinginannya untuk terus kuliah “tapi karena Yusuf masih punya keinginan yang besar untuk kuliah, jadi Yusuf coba daftar lagi di BU. Dan menjadi cadangan penerima beasiswa pada saat itu” Tidak menyerah sampai di Bakri University saja, Yusuf pun mencoba Beasiswa Korporat di Universitas Al-Azhar pada tahun 2009, dengan berbagai pertimbangan akhirnya dipilihlah Sastra Arab. Dengan modal Bahasa Arab yang dulu dipelajari ketika di asrama, dan modal-modal lainnya, ia pun terpilih menjadi salah satu penerima Beasiswa Korporat di Universitas Al-Azhar Indonesia.

Beasiswa pendidikan tersebut dimanfaatkannya dengan sebenar-benarnya guna mencapai impian yang telah ia niatkan, yakni melanjutkan perjuangan di jalan Rosulullah di kancah internasional, dengan masuk ke dalam bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan merapikan sistem yang berjalan di dalamnya.

“Kehidupan adalah masalah, tanpa masalah bukanlah kehidupan. Jadi, kita harus menikmati proses kehiduapn ini agar kita benar-benar hidup. Dan berfokuslah pada proses buan pada hasil” itulah pemaknaan Yusuf pada kehidupan yang tengah dijalaninya. Ia begitu fokus pada proses pencapaian keinginan untuk ingin kuliah, sehingga ia pun mendapatkannya.

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!