Kampusgw.com

Menu

Vani Triani: Setiap Orang Punya Jalan Hidupnya Masing-masing

Salah satu mahasiswi Institut Manajemen Telkom Bandung, angkatan 2009 jurusan Manajemen Bisnis Telekomunikasi ini, adalah Vani Triani. Pada tahun 2009 itu, ia masuk ke IM Telkom melalui jalur JPPAN. Jalur pendidikan yang diperuntukan bagi siswa-siswi SMA berprestasi masuk sepuluh besar rangking di kelas, dan tidak perlu melalui tes masuk. Dengan nilai rapotnya dari kelas satu hingga kelas tiga semester awal yang cukup baik, Vani masuk ke IMT dengan jalur JPPAN, pastinya dari segi biaya pun berbeda dengan yang masuk melalui jalur Tes.

Vani kini aktif di beberapa organisasi seperti Gamus – Keluarga Muslim, Embun, BEM, Badan Eksekutif Mahasiswa, dan kursus menjahit.

“Di EMBUN ada enam divisi: movie lover (pencinta film), jurnalistik, tari, teater, dan event organizer. Nah… divisi-divisi ini dipimpin TOP management. Kemarin aku sempat terpilih menjadi salah satu dari lima terbaik TOP management. Kalau Badan Eksekutif Mahasiswa, aku hanya aktif di satu periode. Selanjutnya ada Keluarga Muslim – Gamus, aku lebih merasa tertarik karena hijab dapat lebih terjaga dengan baik. Pada awal jabatan, aku menjadi koordinator mentoring akhwat. Di periode terbaru, aku terpilih menjadi sekretaris menteri. Dan satunya lagi adalah kursus jahit” ceritanya begitu ditanya sedang aktif dimana saja.

Sebelum Vani terjun ke Institut Manajemen Telkom, ia sempat mencoba satu beasiswa yang ditawarkan oleh Universitas Paramadina, yakni Paramadina Fellowship. “Dulu mencoba beasiswa di Paramadina, tapi ditolak. Sempat ikut interview dan masuk tiga ratus besar. Pada saat interview menunjukkan bakat, aku sudah yakin tidak akan diterima. Jadi waktu melihat di pengumuman kalau aku ditolak, tidak merasa begitu sakit hati” Perjuangannya untuk mendapat beasiswa tidak sampai disitu. Beasiswa jalur prestasi yang ditawarkan kampus IM Telkom pun ia lakoni. Dengan persyaratan IPK harus mencapai 3,9 dan IPK Vani tidak memnuhi, ia pun yakin bahwa beasiswa tersebut tidak akan diraihnya.

Vina: Apa yang kamu rasa ketika gagal mendapatkan beasiswa-beasiswa itu?

Vani: “Waktu yang di Universitas Paramadina, aku malah berpikir “Kok bodoh banget sampai engga diterima di Paramadina?” Makin kesini mulai kelihatan bahwa jalan hidupku memang tidak di Paramadina. Karena hidup di Jakarta itu harus keras sehingga harus mandiri. Dan aku belum bisa sampai kesitu. Aku masih manja dengan kedua orangtuaku.  Setiap hari bekal masih disiapkan oleh Mama juga. Belum lagi di Paramadina itu (rasanya) pemikirannya harus terbuka, sedangkan pemikiranku belum terbuka. Ya sudah, dari pada tidak kuat juga. Lagian ternyata kuliah di IMT juga enak. Teman-teman di Gamus juga baik. Ketika aku sedih mereka benar-benar ada”

Vani: “Kalau beasiswa yang kampus, sebel lah ya,  karena dua kali daftar tapi tidak diterima juga. Ya sudah, aku mulai berpikir, “Belum rezekinya” Sekarang mikirnya supaya cepat lulus saja, toh kalau dapat beasiswa tiga juta, tapi lulusnya lama, sama saja yang tiga juta juga dipakai untuk bayar kuliah. Jadi lebih baik cepat-cepat lulus”.

Vina: Gamus, Embun, BEM, kursus jahit, dan kuliah. Bagaimana cara kamu mengatur waktu?

Vani: “Awalnya keteteran. Tapi sekarang karena aku lebih senang menjahit, jadi kursus jahit yang diprioritaskan. Kalau ada rapat organisasi dan ada kursus jahit, terpaksa tidak bisa karena ada kursus jahit. Waktu kuliah ada lima hari dan agak padat dari pagi sampai siang. Kalau setelah kuliah ada rapat, terpaksa tidak kursus jahit. Tapi nanti waktu kursusnya diganti ketika satu hari libur kuliah itu. Kursus jahitnya paling lama lima jam. Tapi ternyata jika ada rapat di waktu kosong itu, pasti aku tolak karena Senin sudah jadi prioritas untuk jahit. Paling jika mau, rapatnya Senin malam. Dan Sabtu, adalah waktu penuh untuk rapat. Minggunya itu untuk kajian. Tapi karena sekarang sedang semester pendek, jadi waktu agak padat, dan rapat organisasi selalu Minggu. Tidak terlalu memaksakan juga. Jika sudah terasa jenuh, ya aku akan mecari hiburan”.

Gadis yang memiliki impian untuk pergi umroh bersama seluruh keluarga ini begitu bijak menerima kenyataan ketika ia yang tidak diterima di kedua jenis beasiswa yang didaftarnya. Life musts go on, kalimat itu yang begitu tepat menggambarkan kehidupannya sekarang. Baginya, kehidupan adalah dimana ketika kita bergerak untuk membuat kesuksesan. Dan kesuksesan adalah ketika dari satu detik ke detik berikutnya menjadi lebih baik, berubah adalah kunci utamanya.

“Setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing. Jika kita tidak bisa masuk melalui satu pintu, masih ada sembilan pintu lainnya yang terbuka”

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!