-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
#AkuBidikMisi: Umay Najah
“Maaf, umi ndak bisa janjikan kuliah”, kalimat yang tak mudah beralih saat pembicaraan via telepon senja itu, membuatku berpikir apa yang harus dan bisa ku lakukan. Kala itu, sepulang sekolah saat usiaku masih di bangku XII. Aku mengatakan yang aku bicarakan pada guru yang meminjamkanku telepon genggamnya. Lalu beliau memberiku semangat dan memintaku agar tidak menyerah di saat seperti ini. Karena jika ada keinginan mencari ilmu maka Allah akan memberi jalan, apapun dan dari manapun asalnya.
Tibalah saat pendaftaran PTN jalur SNMPTN. Namun aku sepertinya tidak mungkin menggapainya karena keterbatasan program studi dan kerja sama beasiswa Bidikmisi untuk Program Keagamaan di MA tempatku.
Setelah kurang lebih satu bulan telah dibuka SBMPTN, aku mengikuti proses panjang yang harus dipenuhi para pendaftar yaitu melengkapi persyaratan dan ketentuan, mengumpulkan bentuk soft file dari foto keluarga, rumah (ruangan dalam), identitas pribadi dan lain sebagainya. Aku sedari tadi tak hentinya menelpon orang tua, bertanya tentang listrik, air, ukuran bangunan, dan kriteria spesifik rumah lainnya.
Dibantu guru yang bertugas perihal pendaftaran akhirmya aku selesai mengisi kolom tersebut. Selanjutnya, aku mengisi kolom pilihan PTN dan prodi yang diinginkan. Terdapat tiga kolom namun guruku mengisikanku satu kolom yang itu berarti pilihanku di satu PTN dan satu prodi saja.
Aku bertanya dan setelahnya aku berpikir mungkin tak apa. Ada beberapa jalur setelah itu, tapi aku memilih untuk tidak mengikuti. Saatnya pengumuman tiba, apa yang orang sebut dengan keberuntungan tak berada di pihakku, aku tidak lolos tes.
Hari kelulusan telah kami lewati dan saatnya para santri yang lulus dan tidak melanjutkan studi di pondok tersebut kembali ke kampung halaman, termasuk aku. Tanpa kesibukan seperti teman-temanku yang lolos tes dan melanjutkan kuliah, aku berkutat dengan apa saja yang ada di rumah.
Aku menyibukkan diri dengan tetap menganggap bahwa belajar tak mesti harus di tempat formal (berlabel). Kita bisa belajar dari alam, sekitar, orang terdekat (keluarga), apapun dan di manapun. Sekitar dua bulan terakhir tahun 2014 orang tuaku berpikir untuk kembali menuntut ilmu di pondok. Bukan pondok yang sama tapi selalu saja ditunda dan akhirnya aku mendapat informasi dari teman angkatanku bahwa pendaftaran mahasiswa baru kembali dibuka.
Aku dengan bersemangat meraup informasi dan mencoba kembali peruntungan kali ini. Saat itu, aku mengikuti beasiswa et*s yang juga bekerjasama dengan Bidikmisi, namun jarak wilayah yang termasuk dalam beasiswa ini lumayan harus membuatku merayu orang tua untuk mendaftarkan diri. Aku bertandang ke pondok di mana aku harus melengkapi persyaratan berkas.
Setelah lengkap berkas yang ditentukan, aku mengirimnya via pos pada minggu terakhir bulan Februari 2015. Sekitar tiga minggu setelah pengumpulan berkas, akhirnya pengumuman administrasiku lolos. Seraya menanti tes tulis, pendaftaran SBMPTN telah dibuka, aku juga mendaftar tapi dengan pilihan prodi pertama yang berbeda di beasiswa et*s, karena aku ingin mengutamakan keinginan umi agar aku berada di wilayah yang masih dapat terjangkau.
Aku menyiapkan diri dengan belajar soal-soal yang aku dapat di tahun sebelumnya juga soal soft file yang aku minta pada temanku yang telah lolos. Aku belajar bersama saudara sepupuku dan di lain waktu bersama temanku. Saat tes aku berangkat bersama temanku dan kami mengira terlambat masuk kelas karena saat itu tidak ada peserta tes di luar ruangan. Kami dengan terburu-buru masuk kelas meski ruangan kami berbeda. Soal-soal yang terlihat mudah, memerlukan konsentrasi juga kejelian itu membuatku membiarkannya kosong di beberapa nomor.
Lama setelah tes dan menunggu pengumuman cukup menegangkan, ini pula karena kesempatan kedua untukku. Malam itu, setelah berbuka aku ijin keluar rumah untuk melihat hasil pengumuman. Dengan mengayuh sepeda sembari berdo’a aku menuju warnet dan menyiapkan diri untuk hasil apapun yang akan aku dapat nanti. Beruntung tak seramai biasanya, warnet itu lebih mudah memberiku ruang untuk mulai mengotak-atik komputer, nihil karena saat angka yang aku masukkan selalu salah, aku tetap berusaha mencoba dan akhirnya yang muncul adalah gambar barcode, nama, Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan prodi. Aku diam-tersenyum lalu merasa seperti tidak yakin dan melihatnya berulang kali. Aku lolos di pilihan pertama yang sesuai harapan umi meski umi tak mengatakannya secara langsung.
Kesempatan ini harus aku gunakan dengan baik, tentu ini semua tak luput dari do’a orang tua dan pihak yang membantu. Dari ceritaku semoga para calon penerima beasiswa khususnya Bidikmisi untuk semangat, berusaha mencapai apa yang diinginkan, tetap berpikir positif/husnudzon pada kehendakNya. Ilmu dapat diperoleh dari mana saja asal ada kemauan untuk membuka diri dan berpikiran luas untuk membaca sekitar, ijin juga do’a orang tua jadikan prioritas dan semangat.
Categories: Beasiswa