Kampusgw.com

Menu

3 Tahun Bekerja Baru Kuliah

Di tengah semakin mahalnya biaya pendidikan di tanah air, semakin rendah pula peluang anak-anak bangsa untuk mengenyam pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Ini bukan hal yang baru mengingat sudah menjadi stigma tersendiri bahwa yang mampu melanjutkan kuliah hanyalah anak-anak yang dilahirkan dari keluarga ‘beruang’ atau yang memiliki sederet prestasi akademik maupun non-akademik yang cemerlang. Di tengah pesimisme dan keputusasaan yang menggelayuti para calon atau lulusan SMA, ternyata masih ada banyak anak bangsa yang memiliki ‘mental baja’ untuk berjuang  dalam keadaan yang sulit bukan kepalang.

Salah satu anak tersebut adalah Tri Novita Sari atau yang lebih akrab dipanggil Vita. Terlahirkan dari keluarga broken home tidak mengurangi semangatnya untuk menjadi pribadi yang berkarakter kuat, bermimpi besar, dan berdayajuang tinggi. Sosok yang dilahirkan di pinggiran Jakarta Timur pada 8 Mei 1986 kali ini berbagi suka dukanya mengarungi perjalanan hidup yang penuh cerita. Berikut adalah petikan wawancara Kampusgw dengan Vita.

Vita, Ceritakan Secara Singkat Latar Belakang Kehidupanmu!

Saya terlahir dari keluarga kurang ‘berada’. Tragisnya, saya harus menerima kenyataan pahit dengan kandasnya bahtera rumah tangga orang tua. Selanjutnya, saya mengikuti Ibu yang juga menikah lagi. Seringkali kita berprasangka bahwa anak-anak yang besar dari keluarga broken home akan menjadi pribadi yang rapuh, pesimis, dan tidak bermasa depan. Namun, puji Tuhan ini tidak terjadi pada diri ini. Saya justru belajar banyak dari kenyataan tersebut untuk menjad pribadi yang berkarakter kuat, bermimpi besar dan berdayajuang tinggi.

Bagaimana dengan Perjalanan Dirimu di Bangku SMA?

Awalnya saya belajar di sebuah lembaga yang memadukan pelajaran agama dan formal (pondok pesantren plus), tepatnya di SMA Terpadu Darul ‘Amal. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan dan berbagai kepelikan hidup, akhirnya dengan sangat disayangkan saya memutuskan untuk ‘putus sekolah’ di kelas II SMA. Waktu itu diri saya memang cukup goyah alias terguncang. Dengan kasih sayang keluarga dan dukungan para teman, akhirnya saya belajar lagi dari 0 atau memulai dari kelas  I di SMK Nurul Islam hingga lulus. Perlu diketahui bahwa selama periode ini, saya juga membuat aneka kerajinan dan makanan ringan untuk dijual di kantin-kantin sekolah. Upaya ini tidak lain untuk mencukupi kebutuhan pribadi dan sekolah saya.

Mengapa Kamu Memutuskan untuk Langsung Bekerja setelah Lulus SMA?

Jujur saja saya ingin langsung kuliah. Namun karena menyadari ketiadaan biaya dari orang tua, akhirnya saya memutuskan untuk bekerja selama tiga tahun berturut-turut (2005-2008) walaupun berpindah-pindah tempat. Berbagai pekerjaan pernah saya jalani. Mulai dari penunggu toko sepatu (Sales Promotion Girl) di Matahari, menjadi resepsionis di Hotel Oasis Pasar Senen, dan tenaga pemasar (Marketing) di Kalimalang.

Vita, Biasanya Orang Yang Sudah Menikmati Uang Kan Cenderung Malas Untuk Belajar Lagi. Tapi Dirimu Masih Bertekad Untuk Kuliah. Siapa Orang yang Mendukung di Balik Keputusanmu?

Semua kembali kepada diri saya sendiri. Memang harus diakui ada dukungan atau motivasi dari sahabat-sahabat terdekat. Jujur saja, selama bekerja di beberapa tempat tersebut saya bertanya-tanya kepada diri sendiri dan memantapkan diri bahwa saya harus lebih maju. Saya tidak ingin selamanya bekerja menggunakan ‘otot’, tanpa maksud merendahkan pekerjaan itu ya. Saya jadi ingat petuah “kalau ingin wangi, bergaullah dengan orang-orang wangi”, “kalau ingin sukses bergaullah dengan orang-orang yang telah sukses”. Petuah tersebut menjadi cambuk yang amat kuat untuk kuliah kembali.

Para Lulusan SMA Kan Biasanya Cukup Sulit Mendapat Pekerjaan. Ceritakan Suka Dukamu Melalui Proses Tersebut!

Tentu, para lulusan SMA/sederajat memang masih dihargai rendah di negeri ini. Beruntung, sebagai lulusan SMK jurusan Akuntansi diriku mempunyai ‘nilai tawar’ yang lumayan. Proses mendapatkan pekerjaan harus saya lalui dengan susah payah. Setiap akhir pekan diriku selalu menyempatkan untuk membaca kolom iklan lowongan pekerjaan. Dari situ saya melamar pekerjaan sekitar 10 tempat perhari. Surat lamaran saya tulis tangan dan kadang-kadang diketik. Yang membuatku unik, saya tidak pernah memakai amplop jadi namun saya selalu membuat amplop sendiri dari kertas penuh warna sehingga membuat lamaranku selalu ‘mencuri perhatian’.

Apakah Peran Bimbingan Konseling atau Wali Kelas Berarti Selama di SMA?

Jujur saja, saya kurang mendapatkan perhatian, motivasi, informasi dan sebagainya mengenai beasiswa kuliah atau bekerja. Sehingga mau  tidak mau saya harus proaktif mencari sendiri.

Apa Motivasi Vita Mengambil Jurusan Falsafah dan Agama di Universitas Paramadina?

Sebelum memasuki kuliah sebenarnya saya pernah membaca karya-karya Kahlil Gibran walaupun belum begitu dalam. Atas dorongan seorang sahabat dekat, saya memutuskan untuk memperdalam ilmu Filsafat. Dalam proses perkuliahan, saya semakin mencintai bidang ini karena pada dasarnya saya suka ‘berpikir luar’, ataupun berkhayal untuk menggali ide atau pemikiran baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Apakah Ada Perubahan Pola Pikir yang Vita Rasakan Setelah Mengenyam Kuliah?

Tentu saja Ada. Tidak hanya perubahan pola pikir, cara pandang dan memecahkan masalah, akan tetapi juga cara membawa diri yang mencakup sikap, mental, dan perilaku. Di perkuliahan saya juga mempelajari pluralisme, menghargai perbedaan antar golongan yang tentu saja akan sangat bermanfaat di masyarakat dan dunia kerja.

Saran-Saran Vita untuk Teman-Teman Kampusgw yang Akan atau Telah Lulus SMA?

Sebaiknya setelah lulus SMA kalau ada biaya langsung kuliah. Jika tidak ada biaya dari orangtua, carilah beasiswa! Jika belum beruntung maka bekerjalah dahulu! Lulusan SMA sebenarnya masih mengalami masa transisi yang harus dinikmati dari remaja ke tingkat dewasa.  Masalahnya, banyak lulusan SMA yang kurang mendapatkan informasi mengenai beasiswa kuliah maupun peluang kerja sehingga tidak sedikit diantaranya yang menjadi pengangguran. Oleh karena itu, saya sangat berharap untuk para pihak pemberi beasiswa untuk lebih proaktif atau ‘menjemput bola’ karena selama ini sosialisasi ke sekolah-sekolah sangat minim.

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!