Kampusgw.com

Menu

Berakit-rakit Ke Hulu, Berenang-renang Ke Tepian

Perkenalkan nama saya Betha Nurina Sari, biasa dipanggil Betha atau paling singkat dengan nama panggilan B. Soalnya saya suka dengan pernak-pernik dengan huruf B. Mulai dari gantungan HP, gantungan flashdrive sampai tas yang ada huruf B di depannya. Kalau mengirim SMS, dulu saya sering menggunakan simbol “?” (beta) karena lebih singkat daripada menulis “sy” atau “aq” dan saya rasa itu lebih keren daripada menulis “q.”

Alhamdulillah, sekarang saya menjadi mahasiswa Magister Ilmu Komputer Universitas Indonesia dan menjadi salah satu penerima Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) Calon Dosen Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2013.

Kuliah S2 dengan beasiswa? Kenapa tidak? Siapa coba yang tidak mau. Saya termasuk salah satunya yang mau, bahkan sangat mau. Terkadang ada bisikan syetan ke telinga saya, “Mimpi kali yeee….!!!”

Setiap Perjuangan Sarat Pengorbanan dan Resiko

Ada lagi banyak cerita kakak kelas yang gagal mendapatkan beasiswa kuliah S2, dari mulai prosedurnya ribet, mengurusnya susah, persyaratannya banyak dan rendahnya peluang meraihnya. Ah, belum lagi tahun itu (2013) adalah tahun masuknya Mirza (adik keduaku) untuk masuk kuliah S1. Ditambah lagi saat itu saya masih bekerja sebagai staf pengajar di program pendidikan diploma di Malang, membuat saya berpikir beberapa kali untuk melangkah menggapai mimpi melanjutkan kuliah pascasarjana. Ada opsi yang muncul saat itu, yaitu harus menunda kembali mencoba tahun berikutnya atau menunggu mendapatkan biaya kuliah dari tempat kerja saja.

Sekitar akhir Maret 2013, tiba-tiba Tika (adik pertama saya) yang kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengirimkan informasi pendaftaran SIMAK UI di Facebook saya. Selain itu, dia juga memberikan informasi tentang BPPDN 2013, beasiswa dari DIKTI untuk calon dosen, dosen dan tenaga kependidikan untuk pascasarjana dan doktor.

Luar biasa, tenggat waktu pendaftaran keduanya adalah bulan April, sehingga keputusan dan niat harus segera dimantapkan. Setelah mendapatkan informasi itu, saya segera merencanakan pulang ke Jombang di akhir pekannya untuk meminta dukungan dari orang tua. Seperti dugaan saya, ibu sangat mendukung dan berharap saya bisa lolos beasiswa itu, sehingga tidak pusing untuk membiayai ketiga anaknya yang semuanya kuliah. Dari titik itulah, motivasi seakan meroket, saya mulai mencari informasi lebih detail mengenai apa saja yang harus saya lakukan. Aplalagi setelah mengetahui bahwa biaya yang dibutuhkan Mirza untuk masuk kuliah jauh lebih mahal dibandingkan biaya kuliah S1 saya dan Tika.

Kenangan pahit di awal tahun 2007 pun kembali teringat, saat-saat saya mau masuk kuliah, ada kejadian yang sangat tak terduga. Uang yang sudah disiapkan Ayah untuk biaya saya masuk kuliah hilang, lenyap tak bersisa. Ayah mengalami masalah berat tentang keuangan. Ada kasus yang membuat beliau kehilangan semuanya. Musibah itu membuat saya harus menemui beberapa guru, meminta beliau menuliskan surat rekomendasi untuk saya bisa guna mendapatkan beasiswa masuk kuliah. Tapi, sayangnya saat itu saya gagal.

Rencana Allah itu memang luar biasa. Ibu pun akhirnya mencari solusi dari mana-mana agar tetap mampu membayar biaya masuk kuliah saya. Mengetahui hal itu, saya lebih semangat dan berusaha yang terbaik agar tidak mengecewakannya.

Mulai semester 2, akhirnya saya berkesempatan melamar beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) DIKTI. Saat saya berusaha melengkapi berkas yang diminta, saya agak merepotkan ibu di rumah. Tapi ibu selalu mendukung, walau mungkin agak ribet di awal, beliau yakin pasti akan nikmat di belakang. Peribahasa berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian itu sepertinya memang benar adanya. Alhamdulillah, akhirnya saya dapat beasiswa itu, sehingga bisa digunakan untuk biaya kuliah di semester selanjutnya.

Merasakan nikmatnya mendapat beasiswa dan sudah memiliki pengalaman mengurus persyaratan dan berkasnya, seakan menjadi kebiasaan untuk mendaftar beasiswa PPA DIKTI pada setiap akhir tahun ajaran perkuliahan. Saya termotivasi untuk tetap bisa mempertahankan prestasi akademik di setiap semesternya, walau terkadang Indeks Prestasi (IP) naik-turun. Sampai-sampai di semester 8 pun, saya tetap mengajukanya dengan alasan skripsi saya belum selesai. Alhamdulillah, selama 4 kali berturut-turut saya mendapatkan bantuan dana dari beasiswa PPA (2008-2011) untuk membiayai kuliah saya.

Hmm, kalau saya boleh menyimpulkan, biaya kuliah saya di Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, mulai dari semester 3 sampai dengan semester 9, semuanya terlunasi dari beasiswa PPA DIKTI. Alhamdulillah, akhir yang indah pula, walau tepat lulus dengan lama 4,5 tahun dan nilai IPK saya 3.58, pada ijazah saya tercetak predikat cumlaude. Nah, mungkin karena itulah saya menjadi tertarik dan semangat untuk mendaftar beasiswa BPPDN DIKTI 2013 ini. Dalam benak saya, mungkin biaya kuliah S2 bisa didanai beasiswa dari DIKTI lagi. Akhirnya niat untuk mengundurkan diri dari pekerjaan dan hijrah menuju Depok pun semakin kuat. Apalagi dengan modal doa serta dukungan dari Ibu dan Ayah, membuatku lebih semangat meraih mimpi untuk kuliah lagi. Ikhtiar pun dimulai setelah akhirnya mendaftar tes SIMAK dan mengisi form BPPDN di www.dikti.go.id.

Mengejar Beasiswa Pascasarjana

Ikhtiarnya adalah belajar dan berdoa. Saya googling soal-soal TPA dan soal bahasa inggris SIMAK UI tahun sebelumnya. Saya sempatkan setelah selesai kerja untuk kembali belajar dan mengerjakan soal-soal itu. Hal ini harus saya lakukan karena salah satu syarat BPPDN DIKTI adalah harus diterima di Universitas tujuan, sehingga saya harus lolos SIMAK UI.

Salah satu syarat lain yang harus dipenuhi untuk mengajukan BPPDN DIKTI bagi calon dosen yang belum mempunyai home base (tempat kembali setelah selesai kuliah S2 untuk menjadi dosen) adalah menandatangani surat pernyataan bersedia ditempatkan DIKTI di institusi pendidikan mana saja di seluruh Indonesia selama N+1 tahun (N=Lama studi). Hal ini membuat saya berpikir lebih lama, mendiskusikan kembali dengan orang tua dan meminta saran dari beberapa teman. Kalau misalnya saya kuliah selama 4 semester atau 2 tahun, masa pengabdiannya adalah 3 tahun.

Ada beberapa teman yang mencoba menguji keteguhanku, menakut-nakutiku kalau kelak diberikan tempat pengabdian yang jauh dari rumah. Ah, lagi-lagi saya harus menganggapnya sebagai butiran debu yang tertiup angin, fiuh, biarkan lewat saja. Bagiku konsekuensi tersebut sangatlah baik, karena diberi kesempatan memberikan yang terbaik untuk Indonesia, setelah kuliah S2 dibiayai dari beasiswa DIKTI.

Alhamdulillah, Ayah dan Ibu mendukungku, dan mengizinkan apapun kelak yang akan terjadi. Karena kami yakin semuanya sudah Allah SWT atur dengan rapid an sempurna. Doa dan dukungan juga kurasakan dari orang-orang di sekitarku, teman-teman semasa kuliah, di kontrakan, dan juga teman kerjaku.

Akhirnya pengumuman SIMAK UI keluar juga sebulan setelah tes. Alhamdulillah, saya diterima menjadi mahasiswa S2 Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Ya, saya segera unggah hasil pengumuman SIMAK ke akun pendaftaran BPPDN DIKTI. Setelah itu, masa penantian dan kegalauan pun muncul. Pertengahan bulan Juni adalah waktu daftar ulang UI, padahal saat itu pengumuman dari DIKTI baru tahap calon penerima yang lolos syarat administrasi. Menegangkan. Mengkhawatirkan. Bagaimanapun itu saya harus daftar ulang terlebih dahulu. Tapi dengan uang apa? Tabungan saya dari simpanan gaji masih sangat jauh dari jumlah yang harus saya bayar. Kembali lagi, skenario Allah itu sangat indah. Ternyata, Ibu dan Tika telah menyiapkan sejumlah uang untuk biaya daftar ulang saya, sungguh mengharukan. Akhirnya saya bisa daftar ulang untuk kuliah S2.

Ya, akhirnya selesai urusan daftar ulang. Hampir setiap hari saya buka situs web beasiswa DIKTI untuk melihat perkembangannya karena berharap segera ada pengumuman penerima beasiswa. Pengumuman akhirnya tiba di situs web DIKTI. Namun di daftar pengumuman tak ada nama penerima, tapi hanya kode pendaftaran. Sehingga saya mencarinya dengan menekan Ctrl+F dan menuliskan kode pendaftaran saya.

Alhamdulillah, ada. Saya menjadi satu dari tiga ribu lebih orang penerima beasiswa calon dosen BPPDN DIKTI 2013. Padahal ada cara yang lain, yaitu mengecek akun di situs web dengan memasukkan kode dan password, di sana akan muncul hasil diterima atau tidak. Setelah ada teman yang memberitahu hal itu, saya mengecek kembali pada akun, hasilnya sama, ada tulisan “Selamat”. Hm, mungkin saat itu saya gugup, sehingga cara yang wajar tak terpikir.

Waktu terasa sangat lama. Menghitung bulan November datang sepertinya masih lama, karena saat itu baru bulan September. Janji tentang pencairan beasiswa BPPDN DIKTI itu menggiurkan, apalagi saat mendengar penjelasan saat briefing penerima BPPDN di Balai Sidang Universitas Indonesia. Dipastikan dengan melihat angka dana beasiswanya akan memunculkan beberapa komentar. Ada yang merespon jumlahnya wajar, ada yang menyatakan banyak, dan ada pula yang merasa kurang. Ya, mungkn hal ini juga termasuk masalah relatif. Bagi saya, dana beasiswa ini lebih dari cukup, karena impian untuk melanjutkan kuliah S2 tanpa merepotkan orang tua saya itu terwujud. Mulai dari biaya operasional pendidikan, biaya hidup, biaya domisili sampai biaya buku dan penelitian sudah didanai oleh beasiswa ini. Alhamdulillah, saya bersyukur atas semua yang sudah diberikan Allah SWT sampai hari ini. Hal inilah yang kembali menambah motivasi saya untuk bisa melakukan yang terbaik, tak hanya pada nilai akhir mata kuliah atau IP di akhir semester, tapi juga membuktikan baktiku pada kedua orang tuaku.

Betha Nurina Sari

Mahasiswa Magister Ilmu Komputer Universitas Indonesia

Facebook : Betha Nurina Sari

Twitter : @nurina_sari

Blog : bethaajaaa.blogspot.com dan bethanurinasari.wordpress.com

Tumbrl : bethanurina

Email : bethanurinasari@gmail.com 

Categories:   Beasiswa

Comments

error: Content is protected !!